Cerita Sukyatno Nugroho Membangun Es Teler 77, Tamatan SMP yang Sukses Jadi Inspirator Bisnis Waralaba di Indonesia

Nama Sukyatno Nugroho, atau yang lahir dengan nama Hoo Tjioe Kiat, mungkin tidak asing lagi dalam dunia kuliner Indonesia. Ia adalah sosok di balik kesuksesan Es Teler 77, salah satu jaringan waralaba makanan dan minuman lokal paling dikenal di tanah air.
Dari pendidikan yang terbatas hingga menghadapi kerasnya dunia usaha kaki lima, semangat dan ketekunan Sukyatno menjadi kisah inspiratif bagi banyak orang.
Lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, pada 3 Agustus 1948, Sukyatno bukan siswa berprestasi secara akademik. Bahkan, ia pernah menempati peringkat ke-40 dari 50 siswa di kelasnya dan hanya menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMP setelah dua kali tidak naik kelas. Tapi ia membuktikan bahwa kegagalan akademik tidak selalu menjadi akhir segalanya.
Setelah lulus SMP, ayahnya mengirim Sukyatno ke Jakarta untuk tinggal bersama pamannya. Di ibu kota, ia mulai mengasah insting dagangnya, mulai dari menjual sisir, kancing baju, hingga menjadi calo SIM dan pemborong proyek perumahan. Serangkaian pekerjaan itu menempanya menjadi pribadi yang luwes dalam berbisnis dan tahan banting menghadapi tantangan.
Langkah besar Sukyatno terjadi pada 7 Juli 1982, saat ia membuka gerai es teler pertamanya di emperan pusat perbelanjaan Duta Merlin, Jakarta Pusat. Dengan modal Rp1 juta dan resep es teler dari ibu mertuanya, Murniati Widjaja, yang sebelumnya memenangkan lomba minuman tradisional, ia mulai melayani pelanggan dari pagi hingga malam.
Meski berjualan di pinggir jalan dan kerap berpindah tempat demi menghindari razia petugas, cita rasa es telernya mulai mencuri perhatian. Dengan dedikasi dan kerja keras, bisnis kecil ini perlahan tumbuh. Tahun 1987, gerai waralaba pertama dibuka di Solo. Lalu, pada 1992, Es Teler 77 resmi hadir di pusat perbelanjaan, menandai tonggak penting dalam transformasinya menjadi jaringan kuliner nasional.
Sukyatno bukan sekadar pebisnis biasa. Ia dikenal dengan gaya manajemennya yang unik dan penuh keberanian. Ia menyebut dirinya lulusan MBA—“Mengelola Bisnis dengan Cara yang Tidak Biasa.” Dalam dunia pemasaran, ia kerap menggunakan strategi yang kontroversial dan di luar kebiasaan. Salah satunya adalah menggelar Kompetisi Melukis Tunanetra, sebuah ajang tak biasa yang berhasil mencuri perhatian publik.
Menurutnya, gimik dan ide nyeleneh adalah bagian dari strategi membangun merek. Dan hasilnya? Es Teler 77 menjadi salah satu minuman paling populer di Indonesia. Ia bahkan memperluas bisnisnya dengan meluncurkan brand baru seperti Bakmi Tek-Tek dan Ikan Bakar Pasti Enak pada pertengahan 1997—sebuah langkah berani di tengah ketatnya persaingan industri makanan.
Di bawah kepemimpinannya, Es Teler 77 tidak hanya berkembang di Indonesia dengan lebih dari 180 gerai di 22 provinsi, tetapi juga merambah ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, hingga Australia. Waralaba lokal ini pun mendapat pujian dari para ahli pemasaran, termasuk Hermawan Kartajaya, yang memuji keberaniannya membawa brand lokal ke level internasional.
Sukyatno meninggal dunia pada 9 Desember 2007 karena serangan stroke saat penerbangan menuju Singapura. Namun, ia meninggalkan warisan berupa jaringan bisnis besar dan nilai-nilai kewirausahaan yang kuat. Salah satu peninggalan berharganya adalah buku “18 Jurus Sakti Dewa Mabuk Membangun Bisnis,” yang berisi prinsip dan kisah nyata perjuangannya membangun usaha dari nol.
Baca Juga: Wang Chuanfu, Kisah Sarjana Kimia yang Sukses Wujudkan Impiannya Menjadi Build Your Dream (BYD)
Sepanjang hidupnya, Sukyatno menerima berbagai penghargaan, termasuk Enterprise Award 50, The Best ASEAN Executive Award, dan Satya Lencana Pembangunan dari pemerintah Indonesia pada 1995.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement